Suasana Diskusi Dengan Kawan2 MES

Suasana Diskusi Dengan Kawan2 MES

Wednesday, January 27, 2010

MENGGAGAS ULANG KONSENTRASI SYARI’AH (Analisis Wacana Kritis Terhadap Buku “Wajah Baru Peradilan Agama; Relasi Cita dan Fakta Hukum, Karya H. Mashudi

MENGGAGAS ULANG KONSENTRASI SYARI’AH

(Analisis Wacana Kritis Terhadap Buku “Wajah Baru Peradilan Agama; Relasi Cita dan Fakta Hukum, Karya H. Mashudi, M.Ag)

Fitriyanto Al-As’roby

Mahasiswa Fakultas Syariah Smester 5

yang masih berusaha mencari jati diri Fakultas Syariah




Mukodimah

Sejak disahkannya fakultas syari’ah dengan konsentrasi Al Ahwal Al Syaksyiyah Di INISNU jepara oleh Menteri Agama Republik Indonesia pada tanggal 7 Agustus 1991 melalui SK Menteri Agama No. 176 Tahun 1991, fakultas syariah secara idealis berharap untuk selalu mampu berusaha -hingga sekarang- dapat mencetak sarjana yang professional dan layak dalam menghadapi setiap tantangan zaman dengan mengabdi kepada masyarakat. Melalui visi yang dicetuskan oleh beliau para pimpinan fakultas syari’ah yakni ‘terciptanya dan terwujudnya sarjana islam yang bertaqwa kepada Allah, memiliki intelektualisme, profesionalisme, dedikasi dan prestasi yang tinggi serta siap dan mampu mengarungi dunia modern yang penuh kompetisi’[1], ternyata masih belum mampu untuk diwujudkan dalam realita. Ketidakseimbangan antara konsep dan realita menyebabkan sebuah persoalan yang harus diselesaikan. Pertanyaannya adalah sebenarnya konsep yang ditawarkan sangat bagus untuk menghantarkan para mahasiswa kepada sebuah ke-profesionalan sesuai dengan konsentrasi fakultas. Namun, banyak output syariah yang ternyata ke-profesionalannya di luar konsentrasi yang di ajarkan semenjak masih belajar di kampus. Apa yang sebenarnya yang salah?

Peluang Sarjana Syari’ah

Berbagai peluang sebenarnya mampu untuk diraih oleh para mahasiswa yang focus di fakultas syari’ah, diantaranya ;[2]

1. Hakim.

2. Advokat/Pengacara.

3. Panitera.

4. Konsultan hukum bisnis.

5. Arbiter Syari’ah

6. Dll

Dari sinilah sebenarnya ending yang harus dicapai oleh fakultas, yakni menghantarkan para mahasiswa kepada peluang yang sesuai dengan konsentrasi pembelajarannya. Banyak kawan-kawan dari berbagai kampus atau institusi yang tergabung dalam komunitas fakultas syari’ah (baik FORMASI maupun FK-MASI) menyatakan bahwa sebenarnya fakultas syariah adalah fakultas di bidang hukum sehingga peran fakultas sepenuhnya untuk menghantarkan para mahasiswanya untuk mampu menguasai hukum secara menyeluruh. Ditambah lagi adanya UU No. 3 tahun 2006 tentang perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan agama, dimana dengan adanya perubahan UU tersebut menjadikan peluang sarjana syari’ah semakin bertambah karena ada kewenangan baru yang harus diselesaikan peradilan agama pasca UU No. 3/2006. Dalam UU No. 3/2006 dijelaskan bahwa peradilan agama bertugas dan berwenang memeriksa, memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara orang-orang islam dibidang : perkawinan, waris, wasiat, hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah, dan ekonomi syari’ah. Adapun perincian kasus/perkara yang harus diselesaikan pengadilan agama sebagai berikut[3] :

1. Bidang Perkawinan

a. Ijin Poligami beserta penetapan harta dalam perkawinan poligami.

b. Ijin kawin bila orang tua calon suami/istri tidak mengijinkan sementara calon suami/istri di bawah usia 21 tahun.

c. Dispensasi kawin bagi calon suami/istri yang beragama islam dan belum mencapai usia 19 dan 16 tahun.

d. Penetapan wali adlol jika wali calon istri menolak untuk menikahkannya.

e. Permohonan pencabutan perkawinan oleh KUA.

f. Permohonan pencegahan perkawinan.

g. Pembatalan perkawinan.

h. Permohonan pengesahan nikah/itsbat nikah.

i. Pembatalan penolakan perkawinan campuran (perkawinan Antar warga Negara yang berbeda).

j. Gugatan atas kewajiban/hak suami/istri.

k. Cerai talak (perceraian yang diajukan oleh suami).

l. Cerai Gugat (Perceraian yang diajukan oleh istri).

m. Talak Khuluk (Perceraian yang diajukan oleh istri dengan membayar tebusan kepada suami).

n. Li’an (cerai talak atas dasar alasan istri berzina dengan pembuktian beradu sumpah antara suami/istri.

o. Gugatan Mut’ah dan nafkah bagi bekas istri.

p. Shiqaq cerai gugat atas dasar alasan perselisihan suami istri dengan penunjukan hakam (juru damai) dari keluarga kedua belah pihak.

q. Gugatan harta bersama termasuk hutang untuk kepentingan keluarga.

r. Gugatan penyangkalan anak.

s. Permohonan/gugatan pengakuan anak.

t. Gugatan hak pemeliharaan anak.

u. Gugatan nafkah anak.

v. Permohonan pencabutan kekuasaan orang tua terhadap pemeliharaan anak.

w. Permohonan perwalian.

x. Gugatan pencabutan perwalian.

y. Gugatan ganti rugi atas harta benda anak yang ada di bawah kekuasaan wali.

z. Pengangkatan anak oleh WNI yang beragama islam terhadap anak WNI yang beragama islam.

2. Bidang Kewarisan

a. Pengesahan akta di bawah tangan.

b. Permohonan penetapan ahli waris.

c. Gugatan harta waris.

d. Akta komparisi pembagian harta waris di luar sengketa.

3. Bidang Wasiat

a. Gugatan pengesahan wasiat.

b. Gugatan pembatalan wasiat.

4. Bidang Hibah

a. Gugatan pengesahan hibah.

b. Gugatan pembatalan hibah.

5. Bidang Wakaf

a. Sengketa sah/tidaknya wakaf.

b. Sengketa pengelolaan harta wakaf.

c. Sengketa keabsahab/kewenangan nadlir wakaf.

d. Gugatan sengketa harta wakaf terhadap kelompok.

6. Bidang Zakat, Infaq dan Shodaqoh

a. Sengketa antara muzzaki dengan BAZ.

b. Sengketa antara pejabat pengawas dengan BAZ.

c. Sengketa antara mustahik dengan BAZ.

d. Sengketa antara pihak-pihak yang berkepentingan baik sendiri maupun class action dengan BAZ.

7. Bidang Ekonomi Syari’ah

Ekonomi syariah di sini antara lain tentang Bank Syari’ah, Lembaga Keuangan Makro Syari’ah, Lembaga Keuangan Syari’ah, Asuransi Syari’ah, Reansuransi Syari’ah, Reksadana Syari’ah, Obligasi Syari’ah, Sekuritas Syari’ah, Pembiayaan Syari’ah, pegadaian Syari’ah, dana Pensiun Syari’ah dan Bisnis Syari’ah. Adapun perkaranya adalah

a. Sengketa sah/tidaknya akad kontrak.

b. Sengketa karena perbedaan penafsiran isi akad kontrak

c. Sengketa pengakhiran akad kontrak.

d. Gugatan terhadap pelanggaran isi akad kontrak.

e. Gugatan ganti rugi atas wanprestasi atau perbuatan melawan hukum.

Berbagai perkara atau kasus-kasus di atas akan mudah dijadikan sebagai peluang garapan output syariah ketika memang secara teoritis maupun praktis para sarjana mendapatkan ilmu-ilmu tersebut.

Realita Pembelajaran Di Syari’ah; Sebuah tantangan perbaikan system fakultas.

Menurut UU No. 3/2006 tentang perubahan atas UU No. 7/1989 tentang Peradilan Agama, bahwa adanya tambahan tugas dan kewenangan peradilan agama menjadikan para pimpinan fakultas syari’ah memiliki banyak tantangan dalam menata serta mewujudkan visi besar fakultas syariah kepada para mahasiswanya yakni menciptakan sarjana islam yang professional –tentunya di bidang hukum islam-. Ada beberapa kelemahan yang menjadi tantangan fakultas syariah untuk segera dicari solusinya, diantaranya adalah[4] :

1. Sarjana Syari’ah adalah sarjana hukum, bahkan sarjana hukum plus. Artinya kurikulum yang digunakan tidak hanya membahas tentang hukum islam saja namun hukum nasional atau hukum umum. Namun, Saking “plusnya” banyak kurikulum yang justru tidak dibutuhkan masih digunakan dalam kurikulum fakultas syariah. Amati gambar di bawah in

2. Sarjana Syari’ah kurang memahami ilmu hukum sehingga tidak dapat mengartikulasikan gagasan-gagasan hukum islan dengan baik dalam proses pembangunan hukum nasional. Hal ini bisa saja karena persoalan internal sarjana tersebut atau karena persoalan eksternal yakni proses pengajaran yang kurang memahamkan yang disebabkan dosen yang kurang kompeten.
Masih ada beberapa dosen yang sebenarnya kompeten dibidang tertentu akan tetapi mencabang dibidang mata kuliah yang lain yang masih diragukan intensitas kompetensinya. Ditambah lagi beberapa dosen yang belum tercantum dalam gambar diatas dan belum tercantum pula konsentrasi kompetensi yang dimilikiya.

3. Sarjana Syari’ah pada umumnya tidak memiliki keberanian atau self-confidence untuk memasui dunia prosesi penegak hukum. Padahal pada UU No. 18/2003 tentang advokat sudah mengakomodir para sarjana syari’ah untuk masuk di dalamnya. Hal tersebut sudah jelas dipicu oleh kedua alasan di atas tadi.

4. Adanya double degree ilmu ketarbiyahan yang menjadi “jalan pintas” untuk mendistribusikan sarjana syari’ah untuk menjadi guru dimana memang ‘sudah dipastikan” oleh pimpinan fakultas syari’ah bahwa mereka para sarjana syari’ah “tidak akan mampu” untuk masuk ke dunia penegakan hukum.

Menggagas ulang konsentrasi syari’ah; sebuah solusi rekomendasi penghantar ke-profesionalan output syari’ah.

Dari berbagai kelemahan yang tercantum diatas, berbagai pakar selain beliau Bpk H. Mashudi, M.Ag dalam bukunya ‘Wajah Baru Peradilan Agama; relasi Cita dan Fakta Hukum’ pakar lain seperti Drs. H. Eman Sulaeman, MH, (Ketua DPP APSI Salatiga), Ahmad Ghufron, SHI (Karyawan Pengadilan Agama Kab. Jepara) juga memberikan sumbangsih dalam memajukan fakultas syari’ah.

1. Membenahi Kurikulum Fakultas Syari’ah dengan muatan-muatan ilmu hukum minimal sesuai dengan ketentuan den kewenangan peradilan agama termasuk tentang ekonomi syari’ah agar dapat mempersiapkan lulusannya menjadi ahl hukum dan tenaga yang professional yang siap pakai di lembaga-lembaga penegakkan hukum.

2. Mahasiswa syari’ah harus mampu memahami ilmu-ilmu hukum agar dapat berkominikasi dala wacana penegakan hukum dan dapat mengartikulasi gagasan dan konsep syari’ah.

3. Mahasiswa harus mampu untuk memanfaatkan kesempatan dan memperbanyak melakukan diskusi minimal dengan tutor sebaya terkait materi-materi hukum ketika dosen tidak dapat masuk dalam proses perkuliahan.

4. Pimpinan fakultas syari’ah harus berani mengambil kebijakan tegas terkait ketidakmampuan tenaga pengajar dalam menghantarkan para mahasiswa syari’ah menjadi output yang professional. Selain itu, jika memang diperlukan penambahan tenaga pengajar dapat menjadi solusi alternative (tentunya dengan mempertimbangkan berbagi konsekwensi yang harus diterima baik pimpinan maupun mahasiswa).

5. Meningkatkan minat dan rasa percaya diri para sarjana syari’ah untuk bersaing memasuki wilayah profesi penegakan hukum.

6. Mengadakan kerjasama secara berkala dengan lembaga-lembaga penegakan hukum.

7. mengadakan praktik-praktik hukum.

8. Menggalakkan sosialisasi kepada masyarakat tentang pentingnya hukum di Indonesia.

Penutup

Dalam rangka pengembalian semangat mahasiswa fakultas syari’ah dan mengembalikan intensitas kefokusan fakultas semoga apa yang kami tawarkan dapat dijadikan bahan pertimbangan demi kemajuan fakultas syariah dan mewujudkan cita-cita fakultas syariah sebagai lembaga pencetak kader hukum yang professional.

Daftar pustaka

H. Mashudi, M.Ag. 2009. Wajah Baru Peradilan Agama ;Relasi Cita dan Fakta Hukum. Semarang : Badan Penerbit UNDIP.

_________, Draf Program Kerja Fakultas Syari’ah 2007. Makalah, Disampaikan Pada tanggal 8 Desember 2007.

Drs. H. Eman Sulaeman, MH. Sarjana Syari’ah dan Reformasi Penegakkan Hukum Di Indonesia. Makalah, disampaikan dalam seminar nasional FK-MASI di Stain Salatiga pada tanggal 28 Februari 2008.

Hasanuddin, SH, MH. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama;makalah. Disampaikan pada tanggal 30 Agustus 2009 dalam bedah Buku Wajah baru Peradilan Agama; Relasi Cita dan Fakta Hukum.

Hidayat, Arwani. Peluangdan Tantangan Sarjana Syari’ah (Refleksi atas Posisi dan Peran Sarjana Syari’ah). Makalah, Disampaikan pada seminar Nasional dan Lokakarya FORMASI di UIN Syarif Hidayatullah.



[1] H. Mashudi, M.Ag, Draf Program kerja Fakultas Syariah INISNU Jepara, Makalah disampaikan pada tanggal 8 Desember 2007.

[2] Arwani Hidayat, SHI, Peluang dan Tantangan Sarjana Syari’ah (Refleksi Atas Posisi dan Peran Sarjana Syari’ah), Makalah.

[3] Hasanuddin, SH, MH. Kedudukan dan Kewenangan Pengadilan Agama;makalah. Disampaikan pada tanggal 30 Agustus 2009 dalam bedah Buku Wajah baru Peradilan Agama; Relasi Cita dan Fakta Hukum.

[4] Drs. H. Eman Sulaeman, MH. Sarjana Syari’ah dan Reformasi Penegakan Hukum di Indonesia. Makalah, Disampaikan dalam seminar Nasional FK-MASI dengan Tema “Mnggagas Peran Syari’ah dalam Upaya Penegakan Hukum Di Indonesia” tanggal 28 Februari 2008.

KIAT JITU MENDAPATKAN PEKERJAAN IDAMAN


Nama Pengarang : Edwin Solahuddin

Nama Penerbit : Penerbit Exceed

Tahun Penerbitan : 2008

ISBN : 978-979-17250-0-2

“Setiap Orang cepat atau lambat pasti akan berhadapan dengan dua keputusan penting dalam hidupnya. Dua keputusan yang akan berpengaruh terhadap kebahagiaan, kesehatan dan penghasilan mereka. Apakah Kedua keputusan itu? Pertama, pekerjaan yang akan anda pilih. Dan yang kedua, siapa yang akan anda pilih sebagai ibu atau ayah anak-anak anda” (Dale Carnegie).

Kalimat tersebut menjadi awal pembuka buku “Kiat Mendapatkan Pekerjaan Idaman” karya alumnus fakultas ilmu budaya Universitas Gadjah Madja yang bernama Edwin Solahuddin. Menjadi sebuah keinginan yang sangat besar bagi penullis untuk mencoba membantu mereka-meraka yang berusaha mencari pekerjaan pasca lulus sekolah lanjutan atas (SMA) ataupun pasca sarjana. Berbagai fenomena dihadapi oleh penulis melihat realita para pencari kerja tersebut. Mayoritas diantara mereka mengaku tidak tahu pekerjaan apa yang sebenarnya yang mereka ambil padahal sesuai kata Dale Carnegie bahwa pekerjaan adalah salah satu keputusan penting dalam hidup seseorang. Penulis mencoba untuk membagikan beberapa pengalamannya tentang bagaimana sulitnya mencari dan mendapatkan sebuah pekerjaan. Dalam sepanjang sejarah kehidupan penulis, berbagai jenis pekerjaan di bidang intelektual sudah pernah penulis lakoni, mulai dari menulis, menjadi penterjemah, hingga menjadi wartawan di beberapa perusahaan penerbitan.

Karena buku ini merupakan sejarah perjalanan panjang pencarian sebuah pekerjaan dari penulis, maka penyusunan buku ini sangatlah sistematis. Hal ini terbukti, penulis dalam melakukan penyusunan buku ini memulai tulisannya dengan kiat awal yakni mencoba untuk mengarahkan pembaca untuk mengetahui terlebih dahulu minat pembaca terhadap sesuatu. Hal ini sebenarnya akan mempengaruhi keputusan pembaca dalam memilih sebuah pekerjaan. Kemudian kiat-kiat selanjutanya dikemas sedemikian rupa oleh penulis sehingga para pembaca seakan-akan diberikan sebuah jalan yang mendatar, jalan lurus tanpa hambatan sehingga para pembaca mendapatkan pekerjaan yang di idam-idamkan. Bahkan ketika para pembaca tidak mendapatkan pekerjaannya, pada kiat yang terakhir penulis tetap mengarahkan agar pembaca tidak segera putus asa dengan memberikan sebuah solusi alternative yakni menciptakan pekerjaan idaman mereka sendiri.

Dengan menggunakan gaya bahasa yang sering digunakan dalam keseharian, pembaca dengan mudah memahami apa yang menjadi maksud dari penulis, selain itu penulis juga secara detail menjelaskan masing-masing kiat dalam buku ini secara detail sehingga menjadikan buku ini walaupun kecil namun memiliki kelebihan yang sangat komplek. Dalam buku ini pula dicantumkan beberapa alamat web site atau situs-situs informasi bagi para pencari pekerjaan dalam melakukan pencariannya. Bebarapa panduan teknispun tidak lupa diberikan untuk pembaca seperti; contoh Curriculum Vitae, contoh lamaran pekerjaan sampai kiat bagaimana menghadapi masa menunggu penggilan pekerjaan hingga interview dengan calon atasan sehingga menambah keilmuan bagi para pembaca dan menambah rasa percaya diri guna mendapatkan pekerjaan idaman mereka.

Dengan berbagai kelebihan tersebut, maka buku yang tergolong kecil ini layak dan sangat dibutuhkan oleh para pembaca yang sedang mencari pekerjaan idaman mereka.

POLITIK VS NU IBARAT SEJOLI YANG TIDAK MUNGKIN TERPISAHKAN

“Pada dasarnya semua orang yang hidup di negara berdaulat adalah masyarakat politik, termasuk warga NU. Jadi, kaum nahdliyin adalah mahluk politik yang kebetulan hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia”

Berbicara mengenai NU, maka yang akan muncul pertama kali dalam benak kita adalah sebuah organisasi yang berdiri dengan beberapa latar belakang, yaitu ingin mengembalikan masyarakat Indonesia kepada Islam yang benar, dimana pada masa itu bermunculan banyak sekali Islam aliran garis keras. Selain itu, kemunculan Nahdlatul Ulama tidak dapat dipisahkan dengan perjuangan para Ulama’ Indonesia dalam mempertahankan Indonesia dari penjajahan kolonial belanda dan penjajah lainnya.
Dari latar belakang itulah, maka Nahdlatul Ulama’ tidak akan pernah bisa dipisahkan dengan politik. Hal ini sependapat dengan apa yang telah diutarakan oleh KH. Abdul Muchit Muzadi, salah seorang kyai NU yang tidak diragukan ke-NU-annya. Beliau mengatakan dalam buku yang disusun oleh Ayu Sutarto bahwa hubungan antara NU dengan politik tidak bisa di sapih, mengapa? karena pengaruh latar belakang berdirinya NU, dimana semuanya merupakan produk politik.
NU adalah sebuah organisasi besar, paling tidak hal tersebut dapat dibuktikan dengan jumlah anggota yang sangat banyak. Akhir-akhir ini para kyai NU banyak yang berpindah haluan menjadi politisi, dimana mereka seakan-akan memanfaatkan NU sebagai kendaraan untuk meraih kekuasaan di pemerintahan. Namun apapun yang terjadi, kyai NU masih banyak yang konsisten dengan Khittah NU sebagai organisasi yang menekankan pada kesejahteraan umat Islam bukan kepada kekuasaan dan kepentingan pribadi. Hal ini menjelaskan bahwa kebesaran NU tidak bisa diragukan dan diremehkan oleh siapapun juga.
Warga NU berpendapat bahwa politik memiliki banyak definisi, namun yang jelas bahwa pada dasarnya seluruh warga yang bertempat tinggal di sebuah negara yang berkedaulatan adalah warga yang memiliki dasar politik atau mahluk politik, termasuk kaum Nahdliyin. Di dalam NU, masyarakatnya tidak dilarang untuk memasuki dunia politik, asal dilakukan untuk kepentingan bangsa, negara dan agama. Bahkan warga NU mendorong untuk sadar akan politik kepada masyarakat secara luas. NU juga mengatakan bahwa Pancasila merupakan bagian dari butiran- butiran ajaran Islam. Apabila warga NU ada yang berpolitik, maka mereka tidak diperkenankan untuk sekedar mengincar kursi dan jabatan semata. Mereka harus berpolitik demi kemanusiaan yang adil dan beradab serta berkeadilan sosial.
Dalam rangka memberikan pedoman berpolitik bagi warga NU, maka dalam Muktamar NU ke 28 di Krapyak Jogjakarta, telah diputuskan pedoman berpolitik bagi warga NU yang berbunyi sebagai berikut :

1. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama mengandung arti keterlibatan warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara secara menyeluruh sesuai dengan pancasila dan UUD 1945;
2. Politik bagi Nahdlatul Ulama adalah politik yang berwawasan kebangsaan dan menuju integrasi bangsa dengan langkah-langkah yang senantiasa menjunjung tinggi persatuan dan kesatuan untuk mencapai cita-cita bersama, yaitu terwujudnya masyarakat yang adil lahir dan batin dan dilakukan sebagai amal ibadah menuju kebahagiaan dunia dan akhirat;
3. Politik bagi warga Nahdalatul Ulama adalah pengembangan nilai-nilai kemerdekaan yang hakiki dan demokratis, mendidik kedewasaan bangsa untuk menyadari hak, kewajiban dan tanggung jawab untuk mencapai kemaslahatan bersama;
4. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama haruslah dilakukan dengan moral, etika dan yang berketuhanan Yang Maha Esa, berkepribadian yang adil dan beradab, menjunjung tinggi persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah, permusyawaratan perwakilan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia;
5. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama dilakukan dengan kejujuran nurani dan moral agama, konstitusional, adil sesuai peraturan dan norma-norma yang disepakati, serta dapat mengembangkan mekanisme musyawarah dalam memecahkan masalah bersama;
6. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama dilakukan untuk memperkokoh konsensus-konsensus nasional dan dilaksanakan sesuai dengan akhlaqul karimah sebagai pengamalan ajaran Islam yang ahlussunnah wal jama’ah;
7. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama dengan dalih apapun tidak boleh dilakukan dengan mengorbankan kepentingan bersama dan memecah belah persatuan;
8. Perbedaan pandangan diantara aspirasi-aspirasi politik warga Nahdlatul Ulama harus tetap berjalan dengan suasana persaudaraan, tawadlu’, dan menghargai antara yang satu dengan yang lain, sehingga dalam politik itu tetap dijaga persatuan dan kesatuan lingkungan Nahdlatul Ulama;
9. Berpolitik bagi warga Nahdlatul Ulama menuntut adanya komunikasi timbal balik dalam pembangunan nasional untuk menciptakan ilkim yang memungkinkan perkembangan organisasi kemasyarakatan yang lebih mandiri dan mampu malaksanakan fungsinya sebagai sarana masyarakat untuk berserikat, menyalurkan aspirasi dalam pembangunan.

Keputusan tersebut membuktikan bahwa NU tidak anti politik, bahkan mengakomodirnya dengan membuat suatu keputusan sebagaimana tertulis diatas.
Dalam perjalanannya di dunia politik -sejak zaman pemerintahan Soekarno sampai pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono- NU bisa dibilang telah merasakan pahit-manisnya politik. Mulai dari saat NU masih dalam partai Masyumi hingga ke partai PKB. Saat di lingkungan partai Masyumi, warga NU selalu menyalurkan aspirasinya melalui kendaraan politik tersebut guna kepentingan bangsa Indonesia dalam mempertahankan NKRI, di mana pada masa itu adalah masanya penjajahan Jepang. Walaupun demikian NU tidak menemukan kenyamanan, ketentraman jiwa di dalam partai Masyumi. Alasannya adalah karena metode, paradigma, visi-misi serta gaya partai Masyumi sudah tidak cocok lagi dengan NU yang ber-ahlussunnah wal jama’ah. Ditambah lagi dengan sikap optimisme yang dimiliki oleh NU pada waktu itu dimana NU dengan kebesaran organisasinya merasa sudah cukup mumpuni untuk mengolah sebuah organisasi. Oleh kerena itu, NU memutuskan untuk berpisah dengan partai tersebut dan membangun partai NU sendiri.
Dalam partai yang baru ini warga nahdliyin mengalami kemajuan yang pesat. Hal ini ditandai dengan perolehan jumlah kursi yang didapatkan oleh partai NU lebih banyak dibandingkan saat NU berada di dalam Masyumi. Namun ada kendala yang harus di hadapi oleh NU yaitu tentang penempatan personil NU yang dianggap mampu untuk menduduki kursi yang diperolehnya pada pemilu 1955 -yang berjumlah 45 kursi- sangat kurang. walaupun demikian perolehan kursi DPR tersebut membuat partai NU menjadi lebih diperhitungkan.
Pada masa pemerintahan Soeharto atau lebih dikenal dengan masa orde baru, Parpol disederhanakan menjadi tiga parpol, yaitu Golkar sebagai partai pekerja, PDI sebagai partai nasionalis dan PPP sebagai partai reliji. Di dalam PPP inilah NU kemudian bergabung guna menjalankan politiknya. Perolehan kursi pada pemilu 1977, 1982 dan 1997 yang diberikan untuk NU di dalam PPP semakin sedikit, berbeda drastis dengan kuantitas ketika NU sebagai dirinya sendiri (dalam partainya). NU dengan nama besarnya merasa dipermainkan oleh partai politik. Oleh karena itu, NU memutuskan untuk mengakhiri kiprah politiknya dengan tidak bergabung dengan partai manapun pada waktu itu tapi tetap memberikan kebebasan kepada para warganya untuk memilih dan masuk parpol manapun.
NU sudah terlalu banyak terluka akibat partai politik. Selain itu, NU sering direpotkan lantaran parpol. Sebagai contoh selain PPP yang selalu memperdaya NU, pada masa Soekarno ada sebuah Dekrit Presiden tentang pembentukan kabinet yang terdiri dari unsur nasionalis, agama, dan komunis. Kabinet ini oleh Soekarno disebut dengan NASAKUM (Nasional Agama Komunis). Soekarno memandang unsur yang terdapat di dalam Indonesia adalah ke-tiga unsur tadi sehingga ketiga-tiganya harus bekerjasama demi kemajuan bangsa. Hal ini menyebabkan NU dalam situasi yang sangat dilematik, bergabung dengan Nasakom akan dijustis sebagai antek PKI namun kalau tidak bergabung dengan Nasakom pemerintah akan mengganti NU dengan organisasi lain yang mungkin tidak akan berpihak terhadap Islam.
Setelah orde baru jatuh dan berganti menjadi orde reformasi, warga NU kembali berkeinginan untuk memiliki partai sendiri lagi. Kemudian mereka melakukan banyak pertemuan dan persiapan demi keinginannya tersebut dan mendesak PBNU untuk mendirikan kendaraan politik untuk kaum nahdliyin. Setelah persiapan matang, maka pada rapat PBNU pada tanggal 22 Juli 1998 memutuskan dan merestui satu-satunya partai politik untuk warga NU yaitu Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Kemudian PKB dideklarasikan oleh deklarator yang mencerminkan lapisan-lapisan warga NU (bukan PBNU) pada tanggal 23 Juli 1998 di Ciganjur Jakarta.
Walaupun NU telah merestui PKB sebagai satu-satunya kendaraan politik bagi warga NU, namun keberadaan NU di PKB bukanlah sebuah hubungan organisatoris, melainkan hubungan historis aspiratif. Artinya hubungan mereka tidak abadi, mungkin suatu saat NU tidak akan memiliki hubungan sama sekali dengan PKB meskipun secara histori mereka sangat tidak terpisahkan. Hal ini mengingat bahwa NU memiliki banyak sekali garapan di luar politik. Bisa saja PKB keluar dari tujuan awal hanya karena tergiur bingkisan politik. Karena itu hubungan NU dan PKB hanya sebagai hubungan historis. Langkah ini dilakukan sebagai strategi antisipasi bagi wagra NU jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Tapi yang jelas, catatan sejarah telah menjelaskan beribu kali bahwa NU sulit untuk tidak terlibat dalam dunia politik, baik mereka berada dalam kendaraan politik maupun tidak.

Daftar bacaan
Ayu Sutarto. 2008. Menjadi NU menjadi Indonesia ; pemikiran KH. Abdul Muchit Muzadi. Surabaya : Khalista.

OPTIMALISASI PENERAPAN ZAKAT PADA MASYARAKAT

Biasanya saat kakak membuat sebuah karangan atau tulisan lainnya yang bersifat ilmiyah maka yang pertama kali dilakukannya adalah membuat kerangka karangannya. Hal serupa akan saya lakukan mengingat kemampuan yang masih sangat terbatas.
Berbicara mengenai optimalisasi penerapan zakat, maka yang perlu diketahui terlebih dahulu adalah tentang zakat itu sendiri secara lebih mendalam sehingga kerangka yang terbentuk dalam rumus 5W+1H adalah :
a. Apa sich Zakat itu ?
b. Siapa yang wajib dan berhak atas zakat ?
c. Kapan sebenarnya zakat dikeluarkan?
d. Dimana / Kemana kita mengeluarkan zakat ?
e. Mengapa perlu adanya zakat ?
f. Bagaimana cara menerapkan zakat kepada masyarakat secara optimal ?
1. Apa Sich Zakat Itu ?
Wah…sungguh sangat memprihatinkan ketika kebanyakan masyarakat yang ada di Indonesia adalah islam, tidak tahu dengan pengertian zakat. Padahal zakat didalam islam sangatlah penting. Sebagai bukti, kata zakat sering diucapkan secara berulang di dalam alqur’an. Kedua, posisi zakat dalam islam adalah nomer yang ke tiga dari lima rukun islam. Apa kata dunia……….. jika masyarakat islam tidak paham tentang zakat.
Seperti apa yang kita pelajari bersama di masa SMA dalam kitab-kitab agama islam (feqih) bahwa zakat berasal dari bahasa arab tentunya yang memiliki arti tumbuh, suci. Mungkin arti tumbuh secara filosofinya adalah menumbuhkan rasa persaudaraan antar sesama muslim dimana yang satu mengalami kelebihan kemudian yang satu lagi di uji dengan serba kekurangan kemudian dipertemukan dengan media zakat. Sedang suci berarti menyucikan harta benda dari hak-hak saudara seiman yang kekurangan dengan memberikan sebagian harta kita kepadanya. Berarti, memberikan sebagian harta benda yang dimiliki dengan kadar tertentu kepada mereka yang berhak menerimanya dengan ketentuan syariat islam dinamakan zakat.
Jika kita setiap tahunnya mengeluarkan zakat pada saat sebelum melaksanakan shalat idul fitri maka bukan itu saja sebenarnya zakat yang dimaksud disini. Masih ada zakat yang seharusnya dapat mensejahterahkan rakyat banyak jika zakat tersebut dijalankan dengan baik, sebut saja zakat mal (zakat harta benda). Zakat harta benda ini pun tidak terbatas pada emas dan perak seperti yang kita pernah pelajari dulu tapi masih ada beberapa hal yang wajib terkena zakat. Diantaranya zakat pertanian atau perkebunan, zakat peternakan atau perikanan, bahkan seiring dengan perkembangan zaman ada pula zakat penghasilan serta zakat saham dan industri. Intinya segala aktivitas kehidupan yang memberikan hasil secara financial, maka wajib dikenakan zakat padanya.
2. Siapa Yang Wajib dan Berhak Atas Zakat ?
Wajibkah? Jelas wajib, mengingat posisi zakat dalam rukun islam serta pengulangannya dalam alqur’an. Wajibnya pun tidak sembarang wajib, hampir setara dengan wajibnya ibadah sholat. Seorang muslim akan gugur kewajiban zakatnya manakala telah mengeluarkan zakat atas dirinya sendiri. Tidak bisa dua individu dengan satu zakat, satu individu harus dengan kewajiban zakatnya masing-masing. Dalam bahasa arabnya fardlu ain artinya pekerjaan tersebut wajib untuk masing-masing personal.
Siapa yang wajib mengeluarkan zakat? Tentunya Muslim yang dikarunia kekayaan yang berlebih. Kelebihan harta tersebut kemudian dikeluarkan sedikit untuk fakir, miskin, amil, mualaf, gharim, riqab, sabilillah dan ibnu sabil. Mereka itulah orang-orang yang berhak menerima zakat sesuai dengan ketentuan syariat. Kamudian Fakir dan miskin inilah yang sekarang menjadi prioritas dalam target distribusi zakat mengingat yang lain sudah jarang ditemukan atau jumlah mereka yang semakin berkurang.
3. Kapan Sebenarnya Zakat Dikeluarkan?
Dari sekian banyak zakat tersebut waktu pengeluaran zakatnya berbeda-beda Sebagai contoh zakat fitrah dikeluarkan mulai bulan ramadlan sampai sebelum pelaksanaan sholat idul fitri, zakat binatang ternak dengan batasan umur yang telah ditentukan kemudian wajib mengeluarkan zakat, zakat perkebunan dikeluarkan setelah panen dengan besar yang telah ditentukan dll.
4. Dimana / Kemana Kita Mengeluarkan Zakat ?
Kemana? Ya..ke orang yang berhak menerima zakat lah. Jika sekarang kendalanya mungkin orang-orang masa kini lebih suka dengan yang instan sehingga sesuai dengan perubahan zaman pemerintah memberikan berbagai fasilitas guna menyalurkan zakat si kaya. Salah satunya melalui sebuah badan yang kemudian disebut dengan BAZ (Badan Amil Zakat). BAZ ini sesuai dengan tugasnya adalah menerima dan mengumpulkan zakat dari si kaya kemudian mendistribusikan kepada si miskin dangan data yang dapat di pertanggungjawabkan. Si kaya akan lebih tenang, sedang si miskin akan lebih senang.
5. Mengapa Perlu Adanya Zakat ?
Seperti apa yang saya paparkan di atas bahwa posisi zakat berada dalam urutan ketiga rukun islam. Hal ini menandakan bahwa zakat ini sangatlah penting bagi umat islam baik peran maupun fungsinya. Bayangkan, dengan berbagai zakat yang ada dalam ajaran islam, kemudian seluruh muslim yang ada di Negara Indonesia yang memiliki anugerah harta yang melimpah mengeluarkan sebagian hartanya sesuai dengan waktu dan besaran yang telah ditentukan dalam syariat islam, mungkinkah masih ada yang tidak sejahtera? Bayangkan ketika orang kaya mengeluarkan sedikit hartanya untuk orang miskin dengan zakat, akankah orang miskin akan berpikir untuk melakukan kejahatan kepada orang kaya ketika kebutuhan mereka sudah terpenuhi? Bayangkan ketika orang kaya mengeluarkan zakat untuk si miskin, mungkinkah masih ada anak-anak yatim yang putus sekolah lantaran biaya? Bayangkan ketika orang kaya memberikan hartanya kepada orang miskin dengan jalan zakat, tidakkah hubungan mereka akan semakin dekat lantaran zakat tersebut? Bayangkan saja kekuatan yang didapatkan dari persatuan antara si kaya dan si miskin yang terjalin Karena sedikit harta yang di keluarkan oleh si kaya melalui zakat?
Maka tidak akan ada lagi yang namanya kesengsaraan orang miskin. Tidak akan ada lagi yang namanya kemiskinan yang melanda mereka, tidak akan ada lagi tindak kejahatan yang mengatasnamakan himpitan ekonomi. Semuanya bisa membayangkan…………….?
6. Bagaimana Cara Menerapkan Zakat Kepada Masyarakat Secara Optimal ?
Ini tugas Badan Amil Zakat sebenarnya, yakni mengumpulkan, dan mendistribusikan. Dalam proses tersebut BAZ dituntut untuk bekerja ekstra keras. Jelas, langkah awal butuh sosialisasi tentunya. Sosialisasi ini bertujuan untuk memberikan kesadaran bagi masyarakat tentang fungsi zakat dalam pembangunan nasional. Dengan berbagai media yang ada yang ditawarkan oleh perkembangan zaman, tentunya tidak sulit bagi BAZ yang notabene adalah orang-orang cerdas untuk melakukan sosialisasi tentang pentingnya zakat bagi kesejarteraan umat. Bila perlu sosialisasi tidak hanya dilakukan di kota melainkan ke desa-desa. Kedua, pendataan secara berkala. Pendataan ini adalah untuk mendata mereka yang memiliki kategori wajib dan kategori berhak atas zakat. Pendataan ini bisa dilakukan bersamaan dengan sosialisasi, jadi menyelam sambil minum air sehingga dapat meminimalisir waktu dan biaya tentunya.
Ketiga, Pengumpulan. Dalam praktinya, biasanya hanya mengumpulkan zakat yang sudah diterima. Belum pernah atau mungkin saya yang belum tahu, BAZ melakukan pengumpulan zakat kerumah-rumah sesuai dengan data yang telah di dapatkan tadi. Jadi dengan data yang telah di kumpulkan tersebut harapannya bukan hanya himbauan untuk mengeluarkan zakat melainkan BAZ ikut serta dalam pengumpulan zakat dilapangan. Keempat, pendistribusian, melalui data mustahiq zakat yang telah dikumpulkan proses pendistribusian dapat dilakukan, namun sebelumnya perlu adanya pengarahan kepada mustahiq zakat untuk mau dan mampu mengelola harta zakat yang mereka terima dengan baik. Permasalahan kadang muncul disini ketika zakat telah diterima maka penggunaannya yang terkadang salah. Kelima, pengawasan. Ini berlaku untuk semuanya. Yang kaya mengawasi BAZ dalam management zakat, BAZ mengawasi si miskin dalam pengelolaan harta zakatnya dan yang miskin harus mengawasi dirinya dalam penggunaan zakat dan selalu berupaya untuk memperbaiki kehidupannya dengan zakat tersebut.
Yang pasti ini hanyalah sebatas konsep yang tidak ada gunanya ketika tidak ada kerjasama dari berbagai pihak. Baik pemerintah, orang kaya, Badan Amil Zakat serta si miskin.

MENGENTAS KEMISKINAN UMAT DENGAN IMPLEMENTASI ZAKAT

Kemiskinan…!!!!! Ya…..inilah permasalahan yang belum bisa terselesaikan hingga sekarang walaupun sudah banyak orang dari berbagai golongan membahas permasalahan ini untuk mencari solusi. Mulai dari akademisi hingga para politisi, rakyat jelata hingga sang penguasa. Meraka semua mencoba membawa Negara Indonesia kita tercinta keluar dari yang namanya bencana kemiskinan. Sisi lain memang keadaannya kelihatan bersih, indah, megah, dan serba ada, namun hanya mereka yang tergolong kelompok masyarakat tingkat menengah ke atas yang dapat menikmati segala fasilitas yang ditawarkan melalui arus globalisasi dan mereka persentasenya hanya minoritas, sedangkan selebihnya merupakan kaum mayoritas yang berpredikat sebagai golongan rendah (secara Material) harus berperang dengan keadaan guna melanjutkan hidupnya.

Mereka harus membanting tulang untuk medapatkan sesuap nasi. Mereka yang anak-anaknya seharusnya masih produktif untuk mendapatkan pendidikan terpaksa harus putus sekolah hanya karena tidak mau menjalani kehidupan mereka yang berat dengan bermodal pasrah dalam mencukupi kebutuhan hidupnya. Mereka berjalan menantang teriknya matahari atau derasnya hujan bahkan ganasnya jalanan dengan mengamen untuk mendapatkan sisa recehan. Terkadang mereka harus mengais biji beras yang terjatuh saat kuli panggul memindahkan beras dari pick up. Sungguh sangat ironi keadaan mereka mengingat kabarnya Indonesia kaya raya, kaya akan rempah, kaya akan hasil bumi dan lainnya. Jumlah mereka yang sangat banyak inilah yang menyebabkan terjadinya krisis global yang berkepanjangan. Dan inilah yang seharusnya menjadi prioritas para penguasa untuk segera disselesaikan, bukan hal yang lain.
Sebenarnya permasalahan kemiskinan ini tidak akan pernah selesai ketika hanya dibahas tanpa tindak lanjut yang jelas, tepat, dan cepat. Dari berbagai pembahasan, telah ditemukan salah satu penyabab kemiskinan dimana terpuruknya jutaan masyarakan Indonesia lantaran kamiskinan disebabkan oleh buruknya system yang ada di Negara kita. System yang dimaksud di sini adalah system pendistribusian kekayaan, yakni salah satunya adalah dengan zakat.

Sudah menjadi pengetahuan bersama bahwa rakyat Indonesia bisa dikatakan 99% beragama islam. Di dalam ajaran islam ada yang namanya rukun islam yakni segala sesuatu yang menjadi prosedur untuk bisa dikatakan seseorang sebagai seorang muslim. Salah satunya adalah zakat dimana secara sistematis memiliki nomor urut ke tiga setelah ibadah sholat. Hal ini membuktikan bahwa zakat ini sangatlah penting, memiliki peranan yang sangat besar bagi umat islam serta mendapatkan prioritas untuk segera dilaksanakan.

Sebagai seorang muslim yang taat kita diwajibkan untuk mengeluarkan zakat. Artinya seorang muslim harus memberikan sebagian harta bendanya dalam jumlah yang telah ditentukan kepada orang yang berhak menerima dengan Syarat-syarat yang telah ditentukan pula dalam syariat islam. Hukum wajib yang telah ditentukan tersebut bersifat personal. Jadi kewajiban ini hanya bisa gugur ketika seseorang telah mengeluarkan zakat atas dirinya (tidak bisa meng-ekor Zakat orang lain) atau dalam istilah agama islam disebut dengan fardlu ain.

Jika puasa diartikan sebagai sarana dalam membersihkan jiwa maka lebih tepat ketika zakat diartikan sebagai sarana men-sucikan harta. Mengapa? Banyak faktor sebenarnya yang menjadi pendorong penyucian harta diantaranya sebab proses mendapatkannya. Manusia tempatnya salah dan lupa, disadari maupun tidak, ada kalanya sewaktu seseorang mendapatkan harta bisa saja dengan cara yang kurang benar sehingga perlu yang namanya proses penyucian harta guna penggunaan harta yang lebih berkah dari yang Maha Kuasa.

Selain itu di dalam harta si kaya terdapat hak-hak orang miskin dimana ketika hak-hak si miskin tidak diberikan maka kesengsaraan yang kemudian disebut kemiskinan akan semakin memiskinkan mereka. Dengan harta zakat, orang miskin mampu memenuhi kebutuhan hidupnya. Mereka tidak perlu berkelana dalam mencari pinjaman hutang kepada orang lain hanya untuk mendapatkan makanan guna mengisi kekosongan perutnya. Dengan zakat, hati orang kaya akan tenang, sebab si miskin tidak akan memikirkan untuk melakukan tindak kriminalitas sebab kebutuhan mereka telah terpenuhi tuntas. Dengan zakat, hubungan emosional antara si kaya dan si miskin akan semakin erat sehingga tidak akan ada jurang pembatas diantara keduanya sehingga mereka mampu membentuk kekuatan guna melaksanakan cita-cita bersama. Yang pasti dengan zakat dan di barengi dengan management pendistribusiannya yang baik, maka kemiskinan yang diderita masyarakat Indonesia sekian lama dapat teratasi.

Zakat disini bukan hanya zakat fitrah tapi yang lebih ditekankan adalah zakat mal atau zakat harta benda. Zakat mal pun tidak hanya terbatas pada emas, perak atau uang. Namun segala bentuk kegiatan yang bersinggungan dengan kekayaan bisa saja dikenai wajib zakat, seperti zakat perkebunan, peternakan, perikanan, dan perdagangan. Bayangkan ketika zakat dibayarkan dengan jumlah yang telah ditentukan sesuai dengan kategori zakatnya, kemudian disalurkan kepada mereka yang tergolong orang yang berhak menerima zakat, sangat mustahil jika masih ada orang yang mengaku miskin. Maka sangatlah tidak benar ketika ada seseorang yang menyatakan bahwa zakat tidak mampu mengentas kemiskinan.
Memang perlu dukungan dari berbagai pihak untuk merealisasikan konsep diatas. Perlu dukungan pemerintah dengan kebijakan yang memihak rakyat tentunya terkait dengan procedural zakat, perlu dukungan si kaya dengan kesadarannya akan pentingnya zakat bagi pembangunan dan kesejahteraan rakyat miskin yang kemudian di impementasikan dengan mengeluarkan zakat, perlu juga dukungan dari panitia (Badan Amil Zakat) dengan Management Pendistribusian zakat yang tepat guna dan berdaya guna serta dukungan dari fakir miskin tentunya untuk mempergunakan zakat sebaik-baiknya. Jangan sampai zakat yang telah dikeluarkan oleh mereka yang mampu menjadi percuma karena salah penggunaan.

Yang pasti dengan Konsep “ Input – Proses – Output “ Yang baik Insyaalah tidak akan ada lagi kemiskinan yang melanda bangsa kita tercinta INDONESIA RAYA.

SEPUTAR TENTANG FEQIH

PENGERTIAN FIQIH, TUJUAN DAN HAKIKAT FIQIH

Makalah Fiqih ibadah di presentasikan pada tgl 16 Sept 2008

oleh

Fitriyanto

Bismillahirrohmanirrohim

Rasa Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang mana dengan rahmat,Hidayah, dan segenap Anugerah-Nyalah yang hanya bisa membuat kita tetap dalam keadaan sehat dan merasa bahagia, sehingga makalah yang penulis susun dengan susah payah ini akhirnya berhasil ter-Print Out walaupun dalam keadaan yang benar-benar sangat sederhana.

Shalawat Salam senantiasa penulis curahkan kepada beliau Nabi Junjungan Kita bersama Nabi Agung Muhammad SAW. dimana jika tidak ada beliau sebagai seorang Revolutioner terbesar yang pernah hidup di Dunia, maka kita akan tetap dalam keadaan Buta tanpa Ilmu dan tanpa harta yang diRidloi oleh-Nya. Jika tidak ada Beliau yang menbuat sebuah gebrakan besar maka Mustahillah kita dapat hidup serba terpenuhi seperti sekarang ini dimana semua fasilitas kehidupan yang sekarang ada pada saat sekarang ini adalah sebuah bukti Conkret perjuangan Rasulullah Muhamad.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kami haturkan kepada beliau Bapak H. Sholikhul Hadi, M. Ag selaku dosen pengampu mata kuliah Fiqih Ibadah. Dimana tanpa beliau yang begitu baik memberikan rasa sayang dan cintanya kepada segenap mahasiswanya utamaya kami dengan melalui penugasan pembuatan makalah ini maka kami tidak akan mendapat begitu banyak ilmu lantaran proses penyusunan makalah tersebut.

Makalah kami ini kami buat selain karena menjalankan tugas mulia dari dosen pengampu, adalah karena kegelisahan kami para Mahasiswa fakultas Syari’ah yang haus akan ilmu tentang hukum islam (baca: Fiqih) sehingga kami merasa sangat memerlukan pembahasan secara komprehensive ilmu fiqih ini mulai dari awal pendahuluan hingga akhir penutup.

Oleh karena itu kami mencoba menjadi sebuah pioner yang akan mengawali proses perkuliahan seputar tentang feqih mulai dari yang paling penting yaitu tentang apa itu fiqih, tujuan dan hahikatnya. Kemudian harapan kami sebagai Mahasiswa fakultas syari’ah seiring dengan terwujudnya makalah ini adalah memberikan sebuah rangsangan positif terhadap mahasiswa lainya guna melanjutkan kegellisahan mahasiswa syari’ah dalam melampiaskan kehausannya akan ilmu fiqih. Sekali lagi, dalam makalah kami ini kami hanya akan mengawali dengan penjelasan tentang pegertian, tujuan dan hakikat fiqih dan selanjutnya terserah anda........ Akhirnya semoga makalah kami ini dapat bermanfaat bagi para pembaca semua. Amin.

A. PENGERTIAN FIQIH.

Berbicara mengenai pengertian, di dalam istilah bahasa indonesia ada dua istilah dalam mengambil sebuah definisi yaitu secara etimology dan terninology.

Secara etimology, kata feqih berasal dari bahasa arab ﻴﻔﻘﻪ ﻔﻘﻪ yang memiliki arti ﺃﻠﻌﻠﻡ (pengetahuan) dan ﺃﻠﻔﻫﻡ (pemahaman). Sedangkan secara terminology pengertian fiqih merupakan multy-perspektive defivitive. Artinya pemberian pengertian tentang fiqih berbeda sesuai dengan tokoh atau siapa yang mendefinisikan kata fiqih tersebut. Dibawah ini adalah beberapa definisi kata fiqih secara itilah :

1. Fiqih adalah ilmu tentang hukum-hukum islam partikular dan praktis yang diIstinbath dari dalil-dalil yang terperinci[1].

2. Muhammad Abu Zahrah mendifinisikan fiqih melalui penyimpulan dari pengertiannya (fiqih) secara bahasa. Baliau mengatakan bahwa fiqih adalah paham secara mendalam dan tuntas[2]. Artinya ilmu fiqih adalah ilmu yang harus dipelajari sampai benar-benar paham dan tuntas. Karena ilmu ini membahas tentang berbagai persoalan-persoalan manusia dan solusinya, ilmu ini membahas tentang tata cara atau pedoman bagi hajat Hidup manusia dalam urusan ilahiyah sampai ukhwah.

3. Prof. T.M. Hasby Ash-Shiddieqy mengatakan bahwa fiqih adalah ilmu syari’at[3]. Artinya Bahwa syari’at adalah ilmu yang berkaitan dengan masalah amaliyah para Mukallaf sehari-hari sehingga perlu adanya sebuah pondasi hukum untuk menjadi jembatan solusi dalam menghadapi permasalahan tadi. Dari sinilah kemudian fiqih menjadi ilmu penjawab problematika mukallaf di Dunia. baliau juga menegaskan bahwa dahulu bangsa arab dan dunia sekelilingnya di kala islam lahir mereka dalam keadaan sangat membutuhkan aqidah yang benar, syari’at yang lurus dan aturan-aturan yang sesuai dengan kemashlahatan muslim dimana diantara syari’at dan aturan itu sekarang dinamakan fiqih islam.

4. Kaum Muslimin yang hidup pada masa Rasulullah, sahabat dan para tabi’in- tabi’in besar mempopulerkan definisi fiqih dengan sebuah pengertian yang sederhana. Bahwa fiqih merupakan segala pengetahuan agama yang tidak mudah diketahui oleh kalayak umum. Artinya bahwa fiqih merupakan sebuah himpunan pengetahuan tentang agama islam utamanya dibidang hukum amaliyah dimana untuk menghimpunnya diperlukan kecerdasan, kebijaksanaan, dan tekad serta niat yang ikhlas[4].

Dari beberapa definisi yang bisa kami temukan diatas, maka kami dapat menyimpulkan beberapa hal :

B. TUJUAN FIQIH

1). Menberikan pemahaman tentang hukum–hukum islam, bagaimana implementasinya, apa dampak yang diakibatkan dan seperti apa solusinya. Artinya bahwa dengan mempelajari fiqih kita akan mampu untuk menyelesaikan segala permaslalahan yang berkaitan dengan amaliyah terhadap allah, manusia dan alam {Hablum Minallah, Hablum Minan Nash Dan Hablum Minal Alam).

2). Sebagai sebuah landasan hukum islam, sebab fiqih digali dengan menggunakan sumber hukum agama islam (al qur’an dan al hadits serta ljma’ ulama’ dll). Disini Jelas bahwa fiqih menbahas tentang ilmu hukum berarti ketika kita sudah menguasai fiqih, dengan begitu kita telah menguasai hukum dimana dengan kitab hukum ini kita dapat menggunakannya sebagai pedoman atau landasan saat permasalahan hukum terjadi.

3). Sebagai landasan menjalankan kehidupan. Maksudnya adalah bahwa didalam fiqih terdapat pembahasan-pembahsan tentang tata cara beramaliyah. Sebagai Contoh, Imam Ibu Abidin mengatakan bahwa di dalam ilmu fiqih ibadah terdapat pembahasan tentang Shalat, haji, Zakat, jihad dan puasa[5]. Kelima pembahasan diatas tidak akan pernah selesai ketika hanya didalam pembahasanya hanya ada pengertian tanpa desertai tata cara meng-implementasikan­ dalam kehidupan.

C. HAKIKAT FIQIH

Pada hakikatnya, fiqih adalah ilmu yang membahas tentang hukum-hukum islam yang digali melalui ijtihad dangan sumber Al qur’an dan Al hadits serta ijma’ dan Qiyas. Dimana tujuannya adalah untuk memberikan pemahaman dan kesadaran terhadap manusia utamanya mukallaf akan hukum.

PENUTUP

Demikian yang dapat penulis sampaikan mudah-mudahan gairah kita akan ilmu pengetahuan tetap memuncak sehingga kita terus haus dan tersngsang ketika berbicara tentang pengetahuan.

Kami mengira apa yang kami sajikan merupakan kumpulan sebuah kesimpulan sehingga kami tidak perlu menyimpulkan lagi apa yang kami utarakan dalam beberapa lembaran kertas ini. Selanjutnya..... Hidup Mahasiswa......

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Al Karim

A.K ,Muhamad.. dkk. 2000.Materi Pokok Fiqih II. Direkorat jendral pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas terbuka.

Uways, Abdul Halim.1998. Fiqih Statis dan Dinamis. Bandung : Pustaka Hidayah

Ash Shyddiqey TM. Hasby. 1976. Pengantar Ilmu Fiqih. CV Mulja : Djakarta.



[1] Dr. abdul Halim Uways.1998. Fiqih Statis dan Dinamis. Bandung : Pustaka Hidayah. halm 9

[2] Drs. H. Muhamad. A.K, M.A. dkk. Materi Pokok Fiqih II. Direkorat jendral pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas terbuka. 200. halm 7.

[3] Baca : Pengantar Ilmu 1Fiqih.1967. penerbit CV Mulja: Djakarta.

[4] Drs. H. Muhamad. A.K, M.A. dkk. op.cit.

[5] Prof. TM. Hasby Ash Shyddiqey. 1976. Pengantar Ilmu Fiqih. CV Mulja : Djakarta. halm 24