“Sesungguhnya Allah tidaklah mencabut ilmu dari hamba-hamba-Nya dengan serta merta, akan tetapi Allah menghapus ilmu dengan mematikan ulama’ sampai tidak ada satu pun orang alim yang tersisa dan kemudian manusia menjadikan orang-orang bodoh sebagai pemimpin. Mereka menanyakan masalah-masalah mereka kepadanya, dan dia memberikan petunjuk tanpa landasan ilmu. Akibatnya, mereka tersesat dan menyesatkan” (Mutafaqun alaih)[i]
Banyak hal yang terjadi ketika perdebatan soal pemimpin di perbincangkan. Ada banyak pula kriteria sosok pemimpin yang ideal perspektif “Ananiyah” mereka. Yang paling terpenting adalah seorang pemimpin yang mampu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan mereka. Mengingatkan sejarah kepemimpinan umar yang mengucapkan kalimat ‘innalillahi wa inna ilaihi rojiun’ ketika beliau ditunjuk menjadi seorang pemimpin bangsa, kholifatullah fil ardl, menjadi seorang khalifah dalam rentetan sejarah khulafaurrasidin. Berbeda dengan keadaan sekarang, manusia semakin sombong dengan apa yang dimilikinya, merasa mampu menjadi tokoh, atau hanya sekedar bangga dan mencari popularitas semata.
“Jika mahasiswa menjadi (edit red, Pemimpin) berangkat dari keinginan teman-temannya (bukan kesadaran diri sendiri) dan apalagi tak memenuhi syarat administrasi seperti indeks prestasi minimum kurang, apakah kinerjanya jika terpilih kelak bisa berkualitas pula?”[ii] Kondisi inilah yang menyerang tubuh intelektual kampus saat ini. Padahal menurut Hamim Salam, S.H.I[iii] kaum intelektual merupakan anggota masyarakat yang mengabdikan dirinya pada pengembangan ide-ide orisinil dan terikat dalam pencarian pemikiran-pemikiran kreatif. Kenyataannya, pemimpin saat ini mengalami kemiskinan yang sangat luar biasa. Kemiskinan tentang kriteria sosoknya sebagai seorang pemimpin. Sosok pemimpin sekarang sangat miskin keadilan dan kejujuran, miskin pengetahuan, miskin kearifan dalan tindakan, miskin ketegasan dan miskin keberanian[iv]. Pemimpin yang diharapkan bukanlah sebuah wayang yang digerakkan oleh kepentingan dalang, pemimpin bukanlah ajang pemilihan putri Indonesia atau Artis Ibukota yang hanya mencari popularitas dan nama besar semata. Itulah kemiskinan yang dialami oleh pemimpin saat ini.
Berawal dari pemimpin yang miskin tersebut, sekarang organisasi kemahasiswaan mengalami kemiskinan kepemimpinan. Mencari sosok pemimpin ibarat mencari mutiara dalam comberan lumpur. Sulitnya luar biasa mencari sosok yang ideal dalam bobroknya dunia dan system yang ada. Semoga kita mendapatkan ilham untuk memperoleh angin segar dalam mebentuk pemimpin yang baik.
[i] Dr. Muhamad Faiz Al Math “1100 Hadits Terpilih: Sinar Ajaran Muhammad” hal: 210.
[ii] Silvani Andalita, “Kondisi dan Kualitas Politik Mahasiswa” Suara Merdeka Tertanggal 27 November 2010.
[iii] Alumni Fakultas Syari’ah INISNU Jepara sekaligus Mantan Kabid II PC PMII Jepara.
- Di ambil dari sebuah artikel dalam Buletin Bursa dengan judul “Menakar Akademika dan Politika Mahasiswa” edisi VII/Januari 2008.
[iv] Kebalikan dari lima criteria pemimpin menurut Imam Al Mawardi dalam kitab al ahkam al sulthoniyah.
Lihat Hairus salam, “Islam dan Pemilu: Panduan Menghadapi Pemilu 2004”. Lkis.